Desa Sakerta sebagai desa agraris dengan berbagai potensi pertaniannya menjadi sumber penghidupan bagi warganya. Seperti namanya, Sakerta yang diambil dari bahasa Sansekerta memiliki arti arah kebaikan juga diwujudkan dalam perkembangannya yang semakin hari penduduk desa sakerta semakin padat penduduk dengan produktivitasnya. Wilayah Desa Sakerta yang cenderung luas dan alat transportasi yang masih minim membuat beberapa warga di daerah Ciceuri (Dusun yang membawa kebaikan) terlalu kejauhan apabila harus mengurus administrasi ke Kantor Desa. Kemudian disertai aturan pemekaran desa dari pusat dan dilakukannya berbagai perundingan masyarakat yang akhirnya pada tahun 1977 disepakati adanya pemekaran Desa Sakerta menjadi Desa Sakerta Barat dan Desa Sakerta Timur. Tokoh yang ikut serta dalam dinamika pemekaran Desa Sakerta Barat yaitu Bapak Sasmita Praja selaku kepala dusun, Pak Kyai Anas dan Pak Kyai No selaku tokoh masyarakat. Desa Sakerta Barat dipimpin oleh M. Saleh selaku Pejabat Kuwu sampai tahun 1979. Kemudian pada saat pemilihan kepala desa Bapak M. Saleh terpilih menjadi Kepala Desa Sakerta Barat mulai tahun 1979-1987.
Desa Sakerta Barat sejak tahun 1977-sekarang masih menjadi desa yang berkecimpung di bidang pertanian. Keseharian masyarakat Desa Sakerta Barat sering melakukan perkumpulan warga desa. Bapak Karsono sebagai tokoh masyarakat di Desa Sakerta Barat sekaligus pelaku seni menyatakan bahwasanya masyarakat desa dulunya aktif di berbagai kesenian seperti wayang golek dan reog yang ditampilkan di kegiatan hajatan. Selain itu, masyarakat Desa Sakerta Barat juga turut aktif dalam perkumpulan-perkumpulan warga. Perkumpulan pencak silat, perkumpulan calung (kesenian yang terbuat dari bambu), dan qasidah. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Desa Sakerta Barat yang cenderung mengarah ke desa agamis mengalami peralihan kebudayaan menuju budaya yang berbau Islami.